Rabu, 07 November 2012

Rumah Kedatukan, Bukti Batang Kuis Penjaga Negeri Serumpun



B
anyak peninggalan sejarah kebesaran pemimpin islam yang juga kejayaan Melayu di Deli Serdang, yang dulunya masa kepemimpinan Sultan Serdang, dengan membuat pemerintahan atau daerah kekuasaan sebagai perpanjangan tangan Sultan Serdang. Konon ada empat datuk yang menopang jalannya kepemimpinan, yaitu Kedatukan Tanjung Morawa, Petumbukan, Aras Kabu dan Batang Kuis. Bukti yang masih jelas hingga kini terlihat kokohnya bangunan Rumah Kedatukan Wazjir Negeri Serdang di Jl. Medan-Batang Kuis, Deli Sedang.
Dulu bangunan tahun 1890 ini ditempati oleh seorang datuk, yaitu Datuk Usman Paduka Wazir Negeri Serdang. Datuk Usman merupakan bukti kewibawaan pemimpin di mata masyarakat. Konon katanya, setiap orang melintas di depan rumah kedatukan ini, selalu menunduk menghargai Datuk. Begitu juga halnya dengan pengendara sepeda seketika berhenti, dan mendorong sepedanya saat melintas di rumah kedatukan ini. Hal ini bukanlah anjuran, namun spontan saja masyarakat berlaku demikian, menunjukkan bahwa sikap menghargai pemimpinnya, yaitu Datuk Usman Paduka Wazir Negeri Serdang. Pada masa itu, halaman rumah kedatukan merupakan alun-alun yang dijadikan sebagai pelaksanaan kegiatan hari kemerdekaan RI maupun peringatan hari besar lainnya.
Mengabdinya masyarakat kepada pemimpin tidak terlepas dari sosok Datuk yang punya ketegasan dalam melaksanakan aturan yang sudah ditentukan. Bahkan, pada tahun 40-an, Datuk Usman juga menindak orang-orang yang menyiksa binatang. Bahkan dalam pemerintahan pun, peran Datuk sangat berarti dalam mendukung kebijakan maupun keputusan yang akan diambil oleh Sultan. Apabila ada salah satu Datuk tidak datang rapat, Sultan sendiri pun tidak akan meneruskan rapat, atau rapat dibatalkan lalu menunggu kapan waktu yang tepat agar keempat datuk tersebut dapat hadir dalam rapat kerajaan. Pada tahun 1944 Datuk Usman Paduka Wazir Negeri Serdang wafat dan dimakamkan tidak jauh dari rumah kedatukan hingga kini pusara itu masih terlihat di pemakaman depan Masjid Jami' Al-Rasyid Kecamatan Batang Kuis.

Senin, 18 Juni 2012

Kebohongan Eugene Dubois


Eugene Dubois dianggap sebagai ahli anatomi berkebangsaan Belanda yang lahir di Eijsden, ia menjadi terkenal saat menemukan sisa-sisa spesimen hominid yang berada di luar Eropa. Penemuan tersebut adalah di Pulau Jawa pada tahun 1891, yang kemudian dinamainya Pithecanthropus erectus. Tetapi masalah utamanya adalah banyak yang tidak mengetahui, bagaimana fosil-fosil itu dibentuk dan dibangun sehingga membentuk karakter Pithecanthropus erectus yang kita kenal saat ini ? Dokter Belanda itu ternyata sengaja masuk menjadi anggota militer demi berkesempatan berburu fosil-fosil peralihan khususnya antara kera dengan manusia. Perburuan Dubois dimulai sejak tahun 1887 di daerah Sumatera, namun di tempat itu dia  tidak berhasil menemukan fosil yang dia cari. Pencarian selanjutnya dilakukannya di Pulau Jawa, dan dipusatkan di Lembah Sungai Bengawan Solo dekat Desa Trinil. Selama kurang lebih lima tahun  Dubois menghabiskan waktunya untuk berburu fosil manusia kera. Jadi, mindsetnya memang sudah diatur untuk membenarkan akan adanya makhluk transisi tersebut. Sehingga ketika ditemukan sebuah fosil yang tidak jelas berasal dari jenis makhluk hidup apa, langsung menyimpulkannya sebagai fosilnya manusia kera, yang belakangan disebutnya sebagai Pithecantropus erectus. Penemuan ini jelas ditolak oleh banya Universitas di Eropa pada saat itu. Tetapi para evolusionis teta saja menganggap sebagai sebuah penemuan penting. Dimana saat itu memang masih banyak kekosongan bukti teori evolusi, khususnya  dari bukti fosil dan lebih khusus lagi fosil antara manusia dan kera. Sehingga  penemuan tersebut, oleh beberapa kalangan evolusionis tetap dianggap mempunyai konstribusi yang sangat besar dalam  dunia pengetahuan, khususnya penemu mata rantai penghubung antara manusia dan kera.  Hasil penemuan E. Dubois itu banyak dibahas  diberbagai media massa, buku-buku tentang evolusi, dan jurnal ilmiah.
Demikian juga patung-patung Pithecanthropus eretus itu sudah banyak dibuat untuk dipamerkan di  museum-museum di seluruh dunia, untuk lebih meyakinkan kepada dunia, bahwa: “inilah adalah sebuah bukti bahwa manusia berevolusi  dari  kera.” Karya ilmiah ini bukan bermaksud untuk menghakimi seorang Eugene Dubois, tetapi lebih diutamakan untuk mengungkapkan bagaimana sebuah penemuan seperti itu bisa dikatakan ilmiah? Dan bagaimana juga masyarakat ilmiah menerima temuan itu sebagai sebuah kebenaran? Hal ini bisa dipahami, karena menurut evolusionis bahwa manusia berevolusi dari makhluk hidup yang mirip kera, sehingga sangat memungkin akan ditemui bentuk-bentuk fosil transisi tersebut. Maka banyak orang yang berlomba-lomba mencari fosil-fosil tersebut. Tetapi kenyataannya fosil itu masih tetap tidak ditemukan. Bentuk-bentuk transisi itu tidak pernah ditemukan sebagaimana yang diharapkan oleh para evolusionis. Akhirnya mereka membuat fosil yang tidak pernah mereka temukan, seperti yang pernah dilakukan oleh Charles Dawson dengan manusia Pilt Downnya. Sebuah skandal yang paling menghebohkan dalam sejarah  ilmu pengetahuan. Karena kenyataannya Pilt Down adalah fosil rekaan yang dibuat dari tulang rahang kera yang baru mati digabungkan dengan tengkorak  manusia berusia sekitar 500 tahun. Penipuan ini belakangan terbongkar  berkat penelitian yang dilakukan oleh Kenneth Oakley dengan Metode Fluorinnya. Padahal sudah ada sekitar 500 thesis doctor yang dilahirkan dari fosil  “jadi-jadian” ini. Betapa luar  biasanya, efek domino penipuan yang dilakukan oleh Charles Darwin tersebut Lalu, bagaimana dengan Dubois?

Rabu, 09 November 2011

Menemukan Kembali Sosok Bangsa Indonesia

                  Setelah tiga belas tahun lebih kekuasaan Soeharto tumbang, dapat dikatakan sekarang pemerintah masih saja berjalan dengan lambat. Prahara dan krisis seakan enggan menjauh dari negeri ini. Bahkan masalah mulai bertambah. Mulai dari masalah di bidang ekonomi,politik,keamanan,sosial sampai dengan ancaman terorisme global. Sampai kapan masalah ini akan berakhir ? Ya, kita tidak akan tahu jawabnya. Seperti cerita salah satu buku karya John Naisbit dan Patricia Aburdene yang berjudul Reinventing the Corporation, menceritakan tentang menemukan kembali sosok bangsa Indonesia. Akan tetapi sosok bangsa Indonesia sulit dirumuskan. Sosok bangsa Indonesia yang tak pernah tetap pendiriannya dan selalu dalam konstruksi. Ada pada saat masa keemasan seperti awal-awal tahun masa Orde Baru, ada pula saat jatuh (kacau balau) seperti saat krisis moneter yang pernah melanda negeri ini atau ''Jalan Tak Ada Ujung'', seperti Novel karya Mochtar Loebis. Efektivitas pemerintah Indonesia di Asia Tenggara hanya lebih baik dari negara Laos. Peringkat indeks pembangunan manusia dunia menempati peringkat ke-110. Merajalelanya korupsi menempatkan Indonesia dalam kelompok negara jauh di bawah rata-rata negara miskin. Berdasarkan kualitas hidup manusia Indonesia diukur dari UMR (upah minimum regional), lebih dari 50 persen penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan. Negara Indonesia yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa (founding fathers) adalah sebagai negara yang kuat, dalam arti akuntabel,legitimate, dan tidak dalam arti otoriter. Negara yang kuat, bebas dari fanatisme yang berlebihan dan kekerasan, bebas dari ideologi yang memecah belah persatuan,birokrasi dan akses ke arah berkembangnya civil society dapat berjalan lancar. Sosok bangsa Indonesia yang terbayangkan adalah demokratis,multikultural,kosmopolistis yang memiliki civility dan berkeadilan sosial maupun politik yang tidak dapat dihasilkan dalam waktu semalam saja, akantetapi melalui proses jatuh-bangun yang panjang. Ada sebuah kisah singkat tentang Alexander Agung saat ia akan meninggal. Ia memiliki kerajaan yang begitu luas luas, sementara pemimpin dalam arti sebenarnya hanya satu orang, yakni dia sendiri. Beberapa jenderal yang berada di sekitar tempat tidurnya bertanya,''Akan diserahkan kepada siapa kekuasaan anda ?'' Lalu ia menjawab,''Akan ku serahkan kepada yang paling kuat dan bijaksana''. Timbullah keinginan yang luar biasa dari para jenderal, mereka merasa bahwa dirinya yang paling kuat dan bijaksana. Begitu pula Indonesia, kendati kekuasaan milik pemerintah sebenarnya adalah milik kolektif, yaitu milik rakyat atau bangsa Indonesia karena yang mempertahankannya dan yang bertanggung jawab adalah rakyat. Indonesia adalah milik semua bangsa Indonesia bukan milik satu orang ataupun kelompok. Kesadaran inilah yang perlu ditanamkan. Kita semua membutuhkan pemimpin yang arif,bijaksana,cerdas dan tegas. Tidak ada pemimpin yang tidak bisa dipersiapkan. Memang, prosek persiapannya memakan waktu yang cukup lama. Seperti yang pernah dikatakan Ir.Soekarno,''Jangan tanyakan apa yang bangsa ini bisa berikan kepadamu ? Tetapi tanyakan, apa yang bisa kamu berikan kepada bangsa ini ?''.Dari perkataan tadi kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kita harus melakukan yang terbaik demi bangsa ini agar menjadi bangsa yang maju dan sejahtera.

Jumat, 12 Agustus 2011

Mencontek Awal Menjadi Koruptor

              Para pelajar kini nekat mencontek, mengapa ? Kebanyakan pelajar beralasan karena hanya ingin mendapat nilai yang baik dalam ujian. Sepertinya bukan salah bila negeri ini dipenuhi dengan para koruptor. Sejak muda saja, sistem pendidikan yang disediakan telah menjadikan ketidakjujuran terbangun secara kuat dalam diri sendiri. Sistem penilaian yang lebih mengutamakan otak pengingat bukan kemampuan atau potensi diri individu tersebut, hal ini menjadikan sebagian besar siswa yang belum mampu membangun sistem mengingat atau memerlukan alat bantu. Kita ambil contoh sederhana saja seperti ''Membatik'' merupakan sebuah pola yang umumnya diterapkan, baik membatik di atas meja,dinding,secarik kertas,hingga di balik pakaian ataupun di bagian tubuh. Ketika ini kemudian terjadi secara berulang, dua hal yang telah dimatikannya dua hal, yaitu kejujuran dan kreativitas. Hingga saat ini korupsi telah menjadi budaya, hal ini lebih dikarenakan paham ketidakjujuran telah mendarah daging. Ketidakjujuran menyatu dalam setiap aliran darah dan napas kehidupan. Hasilnya adalah kapasitas menjadi seorang koruptor menjadi semakin mapan dan dikuasai secara maksimal. Akhirnya, hanya mereka yang belum punya kesempatan sajalah yang tidak korupsi.